Friday, March 14, 2014

Laba bersih Hexindo Adiperkasa Tertekan 65,21%

Jakarta, 14 Maret 2014 - PT Hexindo Adiperkasa, Tbk., (HEXA) yang merupakan distributor utama alat berat merek Hitachi di Indonesia selama tiga kuartal yang berakhir Desember 2013 membukukan penurunan laba bersih hingga 65,21% menjadi hanya sebesar US$ 16,91 juta dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2012 sebesar US$ 48,61 juta. Penurunan ini tertekan oleh pendapatan segmen alat berat yang turun signifikan.

Sementara itu, kinerja pendapatan yang dibukukan HEXA tercatat turun hingga 28,12% menjadi US$ 342,80 juta selama tiga kuartal berakhir Desember 2013 atau turun jika dibandingkan dengan perolehan pendapatan pada periode sebelumnya yang tercatat sebesar US$ 476,90 juta.

Pendapatan HEXA tertekan terutama akibat penurunan penjualan alat berat yang mencapai 34,14% menjadi hanya sebesar US$ 198,80 dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tercatat sebesar US$ 301,85 juta. Penurunan signifikan ini akibat melambatnya permintaan industri alat berat terutama alat berat yang dipergunakan untuk pertambangan batubara seiring melemahnya industri batubara.

Sementara itu, segmen penjualan dari sisi suku cadang juga tercatat turun sebesar 14,42% dibandingkan dengan sebelumnya yang sebesar US$ 86,30 juta dibandingkan dengan tahun  sebelumnya sebesar US$ 100,84 juta. Segmen pendapatan dari sisi jasa pun tercatat turun hingga 22,24% menjadi sebesar US$ 57,70 juta dibandingkan akhir tahun 2012 lalu sebesar US$ 74,20 juta.

Akibat penurunan beban yang lebih rendah dari penurunan pendapatan, laba kotor HEXA semakin tertekan dan tercatat turun hingga 43,91% menjadi sebesar US$ 56,68 juta dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar US$ 101,05 juta. Tercatat marjin laba kotor pada ini sebesar 16,53% atau turun dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 21,19%.

Laba usaha HEXA bahkan tertekan hingga 65,09% menjadi US$ 22,65 juta dibandingkan dengan periode sebelumnya yang sebesar US$ 64,88 juta akibat beban usaha yang hanya turun tipis. Tercatat beban usaha turun hanya sebesar 5,92% menjadi sebesar US$ 34,02 juta dibandingkan dengan periode sebelumnya sebesar US$ 36,17 juta.

Menurunnya laba usaha yang lebih dalam tersebut membuat marjin usaha HEXA tertekan hingga menjadi 6,61% bahkan jauh lebih rendah dari marjin usaha periode sebelumnya yang sebesar 13,61%.

Sementara beban keuangan justru diseimbangkan dengan pendapatan keuangan yang lebih tinggi dari beban keuangan tersebut. Tercatat beban keuangan menjadi US$ 476 ribu dibandingkan tahun sebelumnya sebesar US$ 484 ribu sementara pendapatan keuangan sebesar US$ 560 ribu dibandingkan sebelumnya US$ 74 ribu.

Secara keseluruhan tercatat laba sebelum pajak HEXA sebesar US$ 22,74 juta dibandingkan periode sebelumnya sebesar US$ 64,88 juta.

HEXA mencatatkan penurunan laba bersih per saham sebesar Rp 328 atau turun dibanding periode sebelumnya sebesar Rp 748. Marjin laba bersih menjadi sebesar 4,93% atau turun dibandingkan dengan sebelumnya sebesar 10,19%.Imbal hasil terhadap ekuitas (ROE) sebesar 10,61% atau turun dibandingkan dengan periode sebelumnya sebesar 29,73%. Sementara rasio imbal aset (ROA) tercatat sebesar 5,22% atau turun jika dibandingkan dengan periode sebelumnya sebesar 14,88%.

Neraca HEXA mengalami tekanan
Dari sisi neraca, kinerja HEXA membukukan penurunan aset hingga 0,88% menjadi sebesar US$ 431,62 juta karena modal kerja yang turun menjadi sebesar US$ 156,66 dibandingkan dengan sebelumnya yang sebesar US$ 172,46 juta. Rasio-rasio perputaran melemah, sementara rasio likuiditas dan rasio hutang terjaga.

Penurunan aset ini yang paling signifikan terjadi penurunan piutang yang tercatat tertekan hingga 22,93% menjadi sebesar US$ 92,93 juta dibandingkan pada akhir tahun buku 2012 yang sebesar US$ 120,58 juta.

Namun dari sisi kas, HEXA membukukan kenaikan kas hingga 24,49% menjadi US$ 13,88 juta dibandingkan sebelumnya sebesar US$ 11,15 juta. Kenaikan ini didukung menguatnya arus kas yang dihasilkan dari aktivitas operasi yang tercatat menghasilkan nilai sebesar US$ 44,79 juta dibandingkan saat periode yang sama tahun lalu yang defisit sebesar US$ 67,31 juta.



Pengendali Baru BTPN: Sumitomo Mitsui Bank Corporation



Jakarta, 14 Maret 2014 – Pada hari ini PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional, Tbk (BTPN) kembali mengumumkan peralihan saham dari TPG Nusantara S.a.r.l. kepada Sumitomo Mitsui Bank Corporation (SMBC). Peralihan ketiga dalam 1 tahun ini membuat SMBC menjadi pemilik mayoritas Bank BTPN.



Jumlah saham yang pada hari ini dibeli oleh SMBC adalah sebesar 919,27 juta lembar dengan harga pembelian Rp 6.500/ lembar, 44,7% lebih tinggi daripada harga penutupan kemarin di Rp 4.490/ lembar. Pembelian ini mengangkat harga saham BTPN hari ini sampai 5,9% menjadi Rp 4.755 pada jam 15.00 hari ini.

Dalam tahun ini, SMBC telah melakukan dua kali pembelian baik dari publik maupun dari TPG Nusantara. Pada tanggal 8 Mei 2013, SMBC membeli sebanyak 219,33 juta lembar dari Bursa Efek Indonesia. Aksi ini diikuti dengan pembelian dari TPG Nusantara pada tanggal 10 Mei sebanyak 985,36 juta.

Pada akhir 2013, SMBC  adalah pemilik 24,26% saham BTPN, sementara TPG Nusantara merupakan pemilik mayoritas dengan porsi kepemilikan 41%. Dengan pembelian ini, maka posisi terbalik, di mana SMBC telah menguasai 40% dan TPG Nusantara 25,26%. TPG Nusantara membeli saham BTPN pada tanggal 21 Mei 2007 dari PT Recapital Advisors, Fuad Hasan Masyhur, PT Danatama Makmur dan PT Bakrie Capital Indonesia.

Pertanyaannya, apakah perubahan kepemilikan mayoritas ini harus diikuti oleh tender offer? Tender offer adalah aksi penawaran pembelian seluruh saham yang dimiliki oleh publik oleh pemilik baru. Tender offer diwajibkan oleh Peraturan Bapepam nomor IX.H.1 tentang  Pengambilalihan Perusahaan Terbuka pasal 3. Dasar pemikiran tender offer wajib ini adalah karena tidak semua pemilik saham minoritas menerima peralihan ini.

Kinerja Bank BTPN
Bank BTPN mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar 19% selama tahun 2013 menjadi Rp 46,1 triliun. Kenaikan kredit ini diimbangi dengan manajemen aset yang baik yang tercermin dari NPL netto yang tetap rendah sebesar 0,38% di akhir Desember 2013. Rasio kecukupan modal (CAR) cukup tinggi di 23,1%.

BTPN fokus dalam melayani segmen mass market. BTPN memiliki strategi untuk segmen ini yaitu memadukan misi bisnis dan misi sosial dalam produk dan layanan serta kegiatan sehari-hari. Sinergi tersebut tercermin melalui Daya, sebuah program pelatihan dan pendampingan yang terukur dan berkelanjutan yang diperuntukkan bagi seluruh nasabah BTPN yang terdiri dari para pensiunan, pelaku usaha mikro & kecil, serta komunitas pra-sejahtera produktif. Program ini sudah menjangkau 1,5 juta penerima manfaat.

Melalui BTPN Sinaya, produk tabungan untuk mass market, dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 16% menjadi Rp 52,2 triliun.

Laba bersih sebelum pajak tumbuh 15% menjadi Rp 2,87 triiun, sedangkan laba bersih setelah pajak tumbuh 8% menjadi Rp 2,13 triliun.