Thursday, August 7, 2014

Harga CPO Diprediksi Turun Semester Depan, Saham Perkebunan Tertekan

Jakarta, 8 Agustus 2014 – Dalam 1 bulan terakhir ini indeks perkebunan mencatatkan kinerja yang lebih rendah dibandingkan indeks komposit. Hal ini dikarenakan prediksi penurunan harga CPO yang akan terjadi pada semester kedua tahun ini. Padahal fundamental saham-saham perkebunan di semester I sangat baik.

RAM Rating Services, sebuah perusahaan pemeringkat kredit di Malaysia, memprediksikan bahwa harga CPO di semester 2 akan berkisar di antara RM 2300 – 2500. Semester pertama mencatatkan harga jual CPO di rata-rata RM 2736. Penurunan harga ini disebabkan oleh tertundanya badai tahunan El-Nino, serta ditundanya proyek bio-diesel di Indonesia maupun Malaysia yang rencananya selesai pada tahun ini.

Emiten-emiten perkebunan mengalami kenaikan tingkat pertumbuhan yang signifikan yang didorong oleh kenaikan produksi. Di sisi lain, kenaikan produksi ini ikut menekan harga dunia karena Indonesia dan Malaysia bersama-sama merupakan pemasok 86% CPO dunia.  

Kekuatiran akan penurunan harga ini telah melemahkan kinerja harga saham-saham perkebunan sejak pertengahan bulan Juni. Selama 1 bulan terakhir, indeks perkebunan telah turun 4,2% dibandingkan IHSG yang naik 1,4% paska pemilihan presiden.

Sementara itu catatan kinerja emiten perkebunan yang cukup baik terlihat tidak berhasil memberikan dampak apapun di pasar, karena memang harga jual rata-rata tahun ini lebih baik daripada tahun sebelumnya.

Pertumbuhan pendapatan dan laba bersih PT Astra Agro Lestari, Tbk (AALI), PT PP London Sumatra Plantations, Tbk (LSIP), PT Sampoerna Agro, Tbk (SGRO), dan PT Gozco Plantations, Tbk (GZCO) dapat dikatakan fantastis. Gozco misalnya mencatatkan kenaikan pendapatan 61,8% sementara Sampoerna Agro mencatatkan kenaikan laba bersih 595,1%. Pertumbuhan ini didorong oleh kenaikan volume produksi keempat emiten.

Sampoerna Agro mencatat produksi Tandan Buah Segar (TBS) 691.942 ton pada 6M14, atau lebih tinggi 37% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan ekstraksi minyak saat buah diproses di pabrik pengolahan juga turut mendorong kenaikan ini. Harga jual rata-rata adalah  Rp8.865 per kg pada semester I 2014, atau 38% lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2013.

Lonsum mencatatkan kenaikan pendapatan 23,1% didorong oleh pertumbuhan volume produksi CPO dan inti sawit masing-masing sebesar 24,0% dan 28,1%. TBS yang diproses meningkat 23,3% menjadi 914.298 ton di semester I 2014. Dua faktor utama adalah peningkatan TBS eksternal yang diproses dan peningkatan  produktivita TBS inti menjadi 8,6 ton/ ha.

Astra Agro mencatatkan penurunan volume penjualan, namun peningkatan harga jual menjadi Rp 8.728 dari periode sebelumnya telah membuat perusahaan mencatat kenaikan pendapatan 45,7% dan kenaikan laba bersih 90,9%.


ASCEND merekomendasikan investor untuk BUY saham-saham perkebunan secara selektif. Lonsum misalnya masih lebih murah dibandingkan Astra Agro walaupun dari sisi kinerja tidak memiliki perbedaan yang signifikan, bahkan sedikit lebih baik di beberapa unsur. Sementara itu Sampoerna Agro yang harganya masih di bawah rata-rata saham emiten perkebunan berfundamental baik lainnya juga merupakan emiten yang dapat dipertimbangkan.