Thursday, March 20, 2014

First Media Masih Merugi Karena Pajak dan Bunga



Jakarta, 21 Maret 2014 – PT First Media, Tbk (KBLV) masih mencatatkan rugi pada tahun 2013 sebesar Rp 103,38 miliar dari sebelumnya rugi Rp 105,16 miliar. Padahal pendapatan perusahaan naik signifikan, 33%, menjadi Rp 1,75 triliun. Kerugian ini terutama disebabkan oleh besarnya beban pajak serta peningkatan signifikan biaya bunga.

Tahun 2013, perusahaan mencatatkan kenaikan pendapatan 33% menjadi Rp 1,75 triliun dari sebelumnya Rp 1,32 triliun. Pertumbuhan pendapatan terjadi di semua segmen bisnis perusahaan, baik dari jasa langganan TV kabel yang naik 35% menjadi Rp 552,52 miliar, jasa langganan internet yang naik 32% menjadi Rp 813,70 miliar, layanan komunikasi data yang naik 30% menjadi Rp 185,84 miliar, maupun lain-lain yang naik 32% menjadi Rp 202,04 miliar.

Laba kotor pun naik menjadi Rp 1,28 triliun mendorong marjin laba kotor naik jadi 73% dari sebelumnya 71%. Bahkan laba sebelum pajak dan bunga pun naik sampai 616% menjadi Rp 177,46 miliar.

Namun, beban bunga naik sangat signifikan sampai Rp 99,74 miliar dari sebelumnya Rp 24,80 miliar. Hal ini disebabkan oleh kenaikan utang jangka pendek termasuk utang bank jangka pendek sampai 94% menjadi Rp 1,61 triliun dari sebelumnya hanya Rp 828,54 miliar. Kisaran beban utang perusahaan adalah 11-13%.

Selain itu yang juga membebani laba adalah beban pajak yang tercatat Rp 57,78 miliar dari sebelumnya hanya Rp 7,74 miliar. Perbedaan yang signifikan ini disebabkan oleh manfaat pajak tangguhan yang pada tahun 2013 berkurang cukup besar menjadi Rp 67,84 miliar dari Rp 115,46 miliar. Sementara beban pajak kininya relatif stabil di Rp 121,82 miliar, angka yang cukup besar.

Manfaat pajak tangguhan adalah pajak yang pengakuannya ditunda akibat adanya perbedaan sistem akuntansi di laporan keuangan dan yang disyaratkan oleh sistem akuntansi perpajakan. Karena ada perbedaan waktu pengakuan, maka terkadang perusahaan dapat membayar lebih dulu pajaknya dan mengklaimnya belakangan sebagai pengurangan dari beban pajak kini. 

Dharma Satya Laporkan Laba Bersih Turun 5% karena Kenaikan Utang



Jakarta, 21 Maret 2014 – PT Dharma Satya Nusantara, Tbk (DSNG), perusahaan perkebunan kelapa sawit dan kayu olahan, yang masuk bursa  pada Juni 2013 yang lalu melaporkan kinerja pendapatan naik 13% tapi laba bersih turun 5%.

Pendapatan perusahaan naik 13% menjadi Rp 3,84 triliun dibandingkan tahun sebelumnya Rp 3,41 triliun. Pendapatan ini didorong oleh kenaikan produksi minyak sawit mentah (CPO) sebesar 30,7% menjadi 335.730 ton dan kenaikan penjualan sebesar 33,2% menjadi 336.240 ton.

Kenaikan penjualan terutama diperoleh dari penjualan ke pasar lokal yang meningkat 18% mencapai Rp 2,58 triliun dibandingkan tahun sebelumnya Rp 2,19 triliun. Kontribusi penjualan ke pasar lokal juga jadi meningkat dari 64% menjadi 67%. Sementara itu penjualan ke pasar ekspor juga meningkat walaupun lebih tipis, yaitu 3% menjadi Rp 1,26 triliun. Sebagian besar penjualan adalah kepada PT Sinar Mas Agro Resources and Technology, Tbk (SMAR) dan PT Wilmar Nabati Indonesia. 
 
Sepanjang 2013, produksi tandan buah segar (TBS) perusahaan meningkat 21,7% menjadi 1,24 juta ton dibandingkan tahun 2012. Seluruh TBS diproses menjadi minyak sawit dengan Oil Extraction Rate (OER) tetap di atas 24%, sementara Free Fatty Acid (FFA) turun jadi 2,67%.


Walaupun kinerja penjualan baik, namun laba bersih tercatat turun 5% jadi Rp 203,17 miliar. Hal ini dikarenakan kenaikan yang cukup signifikan pada utang dan konsekuensinya beban bunga naik 131% menjadi Rp 362.73 miliar.


Per Desember 2013, perusahaan memiliki lahan tertanam seluas 70.527 hektar, dimana 74,97% adalah lahan menghasilkan. Rata-rata usia tanam kebun inti mencapai 7,4 tahun.  Produktivitas kebun naik jadi 24,6 ton per hektar dibandingkan tahun 2012 yang hanya 22,9 ton per hektar.

Di samping CPO, perusahaan  juga memproduksi kayu olahan. Total produksi panel kayu, pintu kayu
(engineered doors) dan lantai kayu (engineered flooring) masing-masing – mengalami penurunan
sebesar 26,9%, 42,9%, dan 8%.

Tapi strategi perusahaan yang menjual produk-produk kayu bernilai tambah tinggi telah cukup berhasil. Kesuksesan ini diindikasikan dari rata-rata harga jual produk kayu  yang meningkat signifikan: Harga rata-rata penjualan panel kayu, pintu kayu dan lantai kayu perseroan masing-masing melonjak 28,4%, 55%, dan 15,1%.

Pada Juni 2013 lalu, perusahaan baru saja masuk bursa dengan menawarkan 275 juta lembar atau 12,97% dari modal ditempatkan, masing-masing seharga Rp 1.850. Total dana bersih yang didapatkan perusahaan pada saat itu adalah Rp 468,37 miliar yang rencananya akan digunakan untuk peningkatan modal anak perusahaan, pembangunan pabrik, relokasi pabrik kayu, dan pembayaran pinjaman, serta peningkatan modal kerja perusahaan. Sampai dengan Desember 2013, perusahaan telah merealisasikan 93,5% dari dana tersebut.

Kini saham perusahaan dihargai Rp 2.960 oleh pasar, atau naik 60% dibandingkan harga IPO-nya dan mencerminkan rasio P/E yang cukup tinggi yaitu 30,88 dan PBV 3,83x. Padahal raksasa perkebunan sawit di Indonesia, PT Astra Agro Lestari, Tbk (AALI) hanya dihargai dengan rasio P/E 21,9x dan PBV 4x; sedangkan PT London Sumatra Plantation, Tbk (LSIP) mencatat rasio P/E 17,1x dan PBV 2x.

AFN melihat bahwa walaupun Dharma Satya memiliki prospek yang baik, dengan proses informasi kepada investor yang baik, namun investor yang akan membeli dengan harga saat ini perlu hati-hati dengan kemungkinan koreksi.