Thursday, October 23, 2014

Tukar saham Mitratel, Telkom dapat saham Tower Bersama, Siapa yang Untung?

Jakarta, 24 Oktober 2014 - PT Telekomunikasi Indonesia (Persero), Tbk berencana melepas kepemilikan saham atas PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) kepada PT Tower Bersama Infrastructure, Tbk (TBIG). Diversifikasi ini akan dilakukan dengan cara share swap antara saham Mitratel dan saham Tower Bersama. Siapakah yang diuntungkan?

ASCEND melihat sejauh ini transaksi ini masih wajar dan cenderung tidak ada yang dirugikan baik Telkom maupun Tower Bersama. Nilai transaksi tukar guling saham ini tidak jauh berbeda dengan harga rata-rata saham TBIG yang akan ditukar dengan Mitratel.

Sebagaimana dalam keterangan kepada wartawan dan juga keterbukaan informasi Telkom, Mitratel akan dilepas sebanyak dua tahap. Pada tahap pertama, Telkom akan menukar 49% saham Mitratel dengan 5,7% saham Tower Bersama. Hak untuk mengonsolidasikan Mitratel diserahkan kepada Tower Bersama.

Tahap kedua akan dijalankan dalam jangka waktu 2 tahun mendatang setelah tahap pertama dieksekusi. Telkom mempunyai opsi untuk menukar sisa 51% saham Mitratel dengan 6% saham Tower Bersama ditambah bonus Rp 1,74 triliun apabila Mitratel mencapai kinerja yang disepakati oleh keduanya.

Dalam transaksi ini, jika terealisasi, diprakirakan nilai transaksi akan mencapai Rp 11,06 triliun atau setara dengan  perolehan Telkom atas 13,7% saham TBIG pada harga Rp 7.972 per saham. Mitratel dengan transaksi ini berhasil dijual Telkom dengan harga yang mencerminkan PBV 1,36 kali

Transaksi tersebut juga sudah termasuk pembayaran atas hutang Mitratel sebesar Rp 2,71 triliun atas Bank BRI dan sindikasi Bank BRI, BNI dan Mandiri, ditambah dengan estimasi penyesuaian saat penutupan transaksi sebesar Rp 534 miliar.

Keuntungan yang diperoleh Telkom dari divestasi ini adalah:
  1. Menara dapat memperoleh nilai tambah lebih bila dioperasikan oleh Tower Bersama, yaitu dengan meningkatkan jumlah pengguna dan tidak terbatas di kalangan Telkom sendiri;
  2. Efisiensi biaya. Pasca pemberhentian operasi Flexi yang sekarang dialihkan kepada anak usaha Telkom lainnya, Telkomsel, maka tingkat penyewaan menara pada Mitratel akan cenderung menurun karena mayoritas pengguna menara Mitratel adalah Telkom Flexi. Dengan pengalihan kepemilikan menara, Telkom tidak terbebani dengan biaya-biaya terkait pemeliharaan menara;
  3. Telkom dapat memperoleh imbal hasil investasi yang sebelumnya diperoleh dari Mitratel menjadi dari Tower Bersama.

Namun langkah yang perlu menjadi perhatian Telkom dan investor adalah:
  1. Telkom kehilangan hak konsolidasikan asset dan pendapatan Mitratel pada tahap pertama, padahal masih memiliki hak pengendalian. Kalau pada 2 tahun ke depan Tower Bersama kemudian tidak melaksanakan (exercise) haknya untuk mengambil sisa Mitratel, artinya Telkom tetap kehilangan hak konsolidasi itu untuk nilai yang lebih kecil daripada seharusnya;
  2. Pembayaran Rp 1,74 triliun akan dilakukan apabila kinerja Mitratel mencapai tingkat tertentu. Pertanyaan yang patut diajukan adalah siapakah yang bertanggungjawab atas pencapaian performa tersebut? Apakah Telkom sebagai pengendali 51%, atau Tower Bersama yang sudah mengkonsolidasikan kinerja ke dalam kinerja perusahaannya sendiri?
  3. Transaksi ini juga masih berpotensi mendapatkan kendala dari sisi hukum bagi Telkom. Sesuai UU Keuangan Negara, penjualan aset pemerintah yang melebihi nilai Rp 100 miliar harus mendapatkan persetujuan DPR, kecuali asset tersebut berpotensi merugikan keuangan Negara.

Mitratel yang hingga saat ini sepenuhnya masih dikendalikan oleh Telkom yang mempunyai 3.928 menara dengan 4.363 penyewaan. Di samping itu, aset Mitratel juga dibiayai oleh hutang bank yang mencapai Rp 2,7 triliun sementara nilai buku ekuitas sekitar Rp 5,75 triliun.

Pasar terlihat mengapresiasi rencana divestasi ini, terlihat dari kecenderungan harga yang naik cukup signifikan dibandingkan bulan sebelumnya.

Sementara di sisi Tower Bersama, akuisisi ini  akan membuat saham lama akan terdilusi hingga mencapai 13%.

Sebagai catatan, kinerja Tower Bersama selama semester pertama lalu tidak terlalu bagus. Perusahaan mencatat penurunan laba bersih hingga 21,3% menjadi hanya Rp 664 miliar yang salah satu penyebabnya karena beban keuangan yang meningkat hingga 51%.

Selama enam bulan kemarin, pendapatan Tower Bersama masih tercatat tumbuh hingga 24,4% menjadi Rp 1,58 triliun dibandingkan dengan sebelumnya sebesar Rp 1,27 triliun dengan didukung oleh pendapatan dari 18.028 titik penyewaan menara.

Sebelum akuisisi, Tower Bersama memiliki 11.266 menara untuk tersedia disewakan kepada penyedia layanan telekomunikasi yang tersebar di seluruh Indonesia hingga akhir semester pertama lalu. Paska akuisisi, Tower Berama akan memiliki hamper 15.000 menara.

Setelah aksi korporasi ini, 50,6% saham Tower Bersama dimiliki dan dikendalikan Grup Saratoga dan sebesar 35,6% oleh publik, sementara sisanya oleh Telkom. Sejauh ini, akibat rencana aksi korporasi yang belum terealisasi ini, tampaknya TBIG mendapat apresiasi oleh pasar dengan membukukan  kenaikan harga hingga 10,4% dari penutupan pada 10 Oktober 2014 lalu saat pengumuman resmi dari kedua emiten yang terlibat aksi korporasi ini.