Thursday, February 5, 2015

Merger Bank Mandiri - BNI, Perlukah?

Jakarta, 6 Februari 2015 – Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro melontarkan kemungkinan dipelajarinya langkah merger antara 2 bank BUMN besar, yaitu PT Bank Mandiri (Persero), Tbk (BMRI) dan PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk (BBNI). Wacana ini mendapat tanggapan keras dari kedua pihak, terutama pihak internal perbankan. Mengapa merger perlu atau tidak perlu dilakukan? Lalu kenapa yang disasar Mandiri dan BNI, bukan misalnya BRI atau BTN?

Menkeu membeberkan alasan pemikiran merger adalah agar bank Indonesia dapat bersaing di dalam Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Pemerintah khawatir tidak ada bank yang bisa melawan serbuan bank-bank asing dengan aset besar, padahal Indonesia merupakan ‘lahan basah’ bagi bank-bank ini.

Lain lagi kata Direktur Keuangan BNI Yap Tjap Soen. Ia mengatakan bahwa memang konsolidasi bank-bank pelat merah memang sudah dibahas sejak Kementerian BUMN masih seumur jagung namun rencana yang dibahas secara detail adalah konsolidasi melalui holding company – bukan direct merger. Apa bedanya? Bedanya menurut Yap adalah direct merger akan membutuhkan banyak proses yang harus dijalani dan memiliki risiko di setiap langkahnya.

Beberapa pihak mengalasi penolakannya dengan kemungkinan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang mungkin dilakukan paska merger. Selain itu ada pula yang berkomentar: “wong sama-sama sehat, kenapa harus merger?”. Kompleksitas merger kedua bank ini makin tinggi mengingat bahwa keduanya adalah sama-sama bank milik publik juga, bukan hanya milik pemerintah, sehingga keputusan merger harus diambil bersama-sama dengan investor publik.

Pertama-tama, merger bukanlah hal baru di dalam dunia usaha, bahkan merger antara dua perusahaan yang sehat. Ambil saja contoh Adidas dan Reebok, dua raksasa peralatan olahraga dengan merek internasional dan bersaing mendapatkan posisi nomor 2 dan 3 di dunia, merger untuk memperebutkan posisi nomor 1.

Tiga bank besar Malaysia, termasuk CIMB Group Holdings Bhd – bank kedua terbesar di Malaysia setelah Malayan Banking Bhd (Maybank), sedang membicarakan merger. Bila sukses, merger ini akan membuat CIMB Group menjadi bank terbsar di Malaysia dan salah satu bank terbesar di Asia Tenggara.

Merger dilakukan untuk memperbesar pasar, memperkuat posisi, memperkuat daya tawar dan meningkatkan efisiensi. Merger dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki visi menjadi pemimpin pasar, yang melihat peluang dari kesempatan silang kompetensi dan menghasilkan inovasi yang menyegarkan.

Pengalaman merger perbankan terbesar memang kita rasakan pada saat Krisis Moneter tahun 1998, di mana merger besar-besaran terjadi dan salah satunya melahirkan Bank Mandiri. Proses ini menyakitkan, melibatkan PHK besar-besaran, membutuhkan beberapa pergantian pemimpin sebelum Bank Mandiri menjadi bank kedua terbesar setelah PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk (BBRI) dan memiliki brand kuat.  Sayangnya pengalaman merger pertama ini pahit sehingga ide tentang merger diasosiasikan dengan kinerja buruk. Namun suka atau tidak suka, asosiasi ini harus diluruhkan, sehingga pengalaman perbankan kita dapat menjadi lebih kaya dan bank-bank kita semakin kuat.

Kedua, dilihat dari sisi aset, maka bank Indonesia berada di posisi kurang menguntungkan apabila perbankan Asia Tenggara sudah terbuka. PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk (BBRI) yang saat ini adalah bank terbesar di Indonesia hanya menempati posisi 9 di bawah DBS Bank, Overseas Chinese Banking Corporation, dan  United Overseas Bank yang ketiganya dari Singapore. Bank BRI yang asetnya tercatat US$ 63 miliar, juga harus melompati Maybank dan CIMB Group Holding dari Malaysia. Awal 2014, Maybank sendiri telah mencatatkan US$ 148 miliar sementara CIMB Group Holding US$ 101 miliar.

Bergabungnya Bank Mandiri dengan Bank BNI secara otomatis meningkatkan aset bank dalam negeri menjadi sedikit di bawah US$100 miliar. Aset sebesar itu dapat memperkuat kepercayaan diri untuk bersaing dengan bank-bank sekelas CIMB dan DBS.

Ketiga, mengapa Bank Mandiri dan Bank BNI? Bila kita coba bertanya kepada orang-orang,  sebutkan 1 kata yang dapat mendeskripsikan Bank BRI, maka jawabannya adalah UKM. Satu kata untuk Bank BTN, jawabannya adalah perumahan. Tapi 1 kata untuk Bank Mandiri dan Bank BNI pasti menghasilkan beberapa jawaban yang akan tumpang tindih satu sama lain: korporat, konsumen, Syariah dan kartu kredit.

Jawaban-jawaban ini menggambarkan bahwa kompetensi Bank Mandiri dan Bank BNI saling terkait dan pembelajaran dapat berlangsung dengan lebih cepat.  

Alasan ini pula yang dapat menurunkan tingkat risiko merger yang tak dapat disangkal cukup tinggi. Konflik tenaga kerja, budaya korporasi, serta kegagalan menghasilkan sinergi merupakan faktor-faktor di belakang sejarah kegagalan merger. Namun manajemen yang solid, strategi manajemen perubahan yang terencana, serta visi yang jelas akan berkontribusi terhadap keberhasilan merger kedua bank raksasa ini.