Sunday, January 26, 2014

Tarif Listrik Naik, Laba Bersih Semen akan Terpotong Signifikan


Jakarta, 27 Januari 2014 – Emiten-emiten semen diekspektasi akan mengalami penurunan laba menyusul dihentikannya subsidi listrik, kecuali bila perusahaan dapat meningkatkan harga semen. Marjin laba bersih berpotensi turun ke 13,9%.

Pemerintah akan menaikkan tarif listrik secara bertahap per dua bulan sekali mulai 1 Mei hingga akhir 2014. Tarif listrik golongan industri besar (I-4) naik sebesar 64,7%.

Sementara biaya listrik untuk memproduksi semen cukup besar mencapai 11% per ton. Kenaikan sampai 64,7% akan mengakibatkan marjin laba kotor dari rata-rata 41% turun ke 34%. Asumsi semua biaya yang lain tidak berubah, maka marjin laba bersih yang sebelumnya rata-rata 20,9% dapat menjadi 13,9%.
 
Keputusan pemerintah ini telah memberikan tekanan signifikan pada harga saham semen di Bursa Efek Indonesia. PT Semen Indonesia (Persero), Tbk (SMGR) turun terdalam selama 2 minggu terakhir karena harganya yang memang sudah lebih premium dibandingkan peersnya, yaitu -9% ke Rp 14.025 pada hari ini. PT Holcim Indonesia, Tbk (SMCB) turun 3,26% ke Rp 2.230 pada hari ini saja. PT Indocement Tunggal Perkasa, Tbk (INTP) turun 3,75% ke Rp 20.475 bahkan sempat ke Rp 19.850. PT Semen Baturaja (Persero), Tbk turun 2,79% ke Rp 348.

Di dalam pernyataannya, Semen Indonesia mengaku tidak kuatir terhadap peningkatan ini karena sudah memiliki strategi sebelumnya yaitu harga khusus (business to business) dari PLN dan pembangkit listrik sendiri. Pabrik di Tuban yang memiliki 180 megawatt dan seluruhnya tak mengikuti TDL. Lalu, pabrik di Tonasa yang memiliki listrik 70 megawatt, hanya 15 megawatt yang mengikuti TDL. Dengan strategi ini, kenaikan listrik hanya akan naik meningkatkan biaya produksi 1-2% saja.

Sebaliknya, emiten terbaru di bursa mengaku kuatir akan kenaikan ini. Strategi yang akan digunakan untuk menghadapi kondisi ini adalah  memaksimalkan alat tenaga listrik yang sudah kami miliki serta mengurangi porsi penggunaan tenaga listrik dan batubara. Akan tetapi hal ini tidak akan berdampak banyak karena proses manufaktur semen itu sendiri membutuhkan tenaga listrik yang sangat besar.

Kenaikan harga jual semen kelihatannya bukanlah strategi yang akan diambil oleh emiten-emiten ini mengingat bahwa tahun 2013 harga semen sempat naik.

Wika Realty Genjot Ekspansi untuk tumbuh 22%


Jakarta, 27 Januari 2014 - PT Wika Realty, anak perusahaan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, berencana untuk ekspansi dengan anggaran modal Rp 600 miliar. Belanja modal ini akan digunakan untuk proyek baru dan akuisisi landbank. Perusahaan membidik penjualan senilai Rp 1,38 triliun pada tahun 2014, tumbuh 22% dibanding pencapaian penjualan tahun 2013 yang besarnya Rp 1,13 triliun.

Wika Realty siap membelanjakan modal senilai Rp 600 miliar pada tahun 2014. Sumber pendanaannya berasal dari kombinasi kas internal dan medium term notes (MTN).Sampai saat ini, Wika Realty masih memiliki sisa dana MTN sebanyak Rp 200 miliar.

Sedikitnya ada enam proyek yang akan mulai dikerjakan tahun ini. Di Jakarta, Wika Realty akan membangun tiga perkantoran. Masing-masing adalah Tamansari Hive di Jalan DI Panjaitan yang bekerjasama dengan PT Bina Karya (Persero), Tamansari Parama di Jalan Wahid Hasyim, dan Tamansari Caraka di Jalan TB Simatupang yang bekerjasama dengan PT Caraka.

Wika Realty juga berencana membangun apartemen di Bekasi. Kali ini, perusahaan menggandeng PT Balai Pustaka (Persero).

Bukan hanya di Pulau Jawa, Wika Realty juga mengembangkan sayapnya dengan membangun dua hotel dan resor di Bali, yaitu Tamansari Payangan di Ubud dan Tamansari Gangga di Tanah Lot. Budi bilang, sebagian besar proyek barunya masih dalam proses perizinan yang ditargetkan selesai pertengahan tahun.

Rencananya, Wika Realty akan mengembangkan perumahan di atas lahan yang ada. Saat ini komposisi proyek rumah tapak dan high rise Wika Realty adalah 40% banding 60%. Untuk itu perusahaan melakukan perluasan landbank yang cukup signifikan.

Perluasan landbank akan dilakukan antara lain di Manado seluas 30 hektare (ha), Balikpapan 25 ha, Yogyakarta 6.000 meter persegi (m2), Jambi 67 ha, serta Surabaya. Selain itu, Wika Realty juga akan menggarap lahan milik Wijaya Karya di Semarang dan Samarinda.

Wika Realty juga berharap pendapatan berulang bisa menyumbang 10% dari laba. Pendapatan berulang berasal dari proyek Tamansari Hive dan hotel di Cengkareng yang akan beroperasi tahun ini.

Sampai 30 September 2013, Wika Realty menyumbang sekitar 9,7% pendapatan dari induk usahanya, Wijaya Karya, yang memiliki 85,26% saham. Marjin laba bersih dari produk-produk real estate Wijaya Karya mencapai 8,1% dengan laba bersih Rp 61,9 juta. Nilai ini menyumbang 14,1% dari total laba bersih Wijaya Karya.

BRI Bukukan Kenaikan Laba 14,26%, Bunga Kredit Tinggi





 

Jakarta, 27 Januari 2014 – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., (BBRI) membukukan kenaikan laba bersih sebesar 14,26% menjadi Rp 21,34 triliun dibandingkan dengan periode 2012 lalu sebesar Rp 18,68 triliun dengan pendapatan masih didorong oleh pendapatan bunga bersih dari kredit disalurkan yang mayoritas dari kredit terhadap UMKM.
Portofolio kredit BBRI mayoritas berasal dari kredit UMKM yang mendapatkan bunga kredit yang tinggi yang mencapai 14-22% per tahun dibanding dengan kredit-kredit lainnya seperti infrastruktur atau modal kerja lainnya.

Kredit dari sektor UMKM BBRI selama 2013 tercatat sebesar Rp 179,60 triliun atau 41,35% dari total kredit disalurkan tersebut mengalami kenaikan 21,49% dibandingkan tahun 2012 lalu yang mencapai Rp 147,82 triliun meskipun dibayangi kenaikan suku bunga acuan dari Bank Indonesia dan beberapa aturan tentang pengetatan kredit.

Secara keseluruhan, total kredit disalurkan BBRI selama 2013 meningkat 23,78% menjadi Rp 488,10 triliun dibandingkan dengan penyaluran kredit selama tahun 2012 lalu sebesar Rp 362,01 triliun.
Dengan kenaikan kredit, terutama dari sektor UMKM yang memberikan yield yang relatif tinggi, tercatat net interest margin (NIM) BBRI  tumbuh menjadi 8,55% pada akhir 2013 dibandingkan tahun 2012 lalu sebesar 8,42%.

Tetapi, kenaikan kredit ini yang mencapai 23,78% tidak diikuti dengan kenaikan total simpanan yanga hanya naik sebesar 11,69% selama tahun 2013 lalu menjadi sebesar Rp 490,49 triliun dibandingkan dengan tahun 2012 lalu sebesar Rp 439,15 triliun dan juga ditunjukkan lewat kenaikan loan-to-deposit (LDR) ratio yang meningkat menjadi 91,36% dari sebelumnya 82,43%.
AFN melihat, jika dalam keadaan ekonomi yang tumbuh, pertumbuhan kredit yang tinggi menunjukkan profitabilitas yang tinggi meskipun simpanan tumbuh lebih rendah. Beban bunga dari simpanan akan cenderung lebih rendah.

Namun di saat perlambatan ekonomi seperti ini, pengetatan kebijakan moneter oleh bank sentral, dan kebutuhan likuiditas yang tinggi, pertumbuhan kredit yang tinggi tanpa diiringi peningkatan simpanan akan meningkatkan risiko likuiditas. Jika kesulitan likuiditas itu terjadi maka cost of fund yang akan ditanggung jauh lebih besar.

Di sisi lain,  Direktur Keuangan Achmad Baiquni, menjelaskan dalam 2014 ini, BBRI menargetkan kenaikan laba berkisar antara 10-14% hingga bisa melebihi Rp 23 triliun dan dimana target tersebut dinilai seiring dengan pembatasan kredit oleh Bank Indonesia pada kisaran 15-17% selama 2014, sementara Sofyan Basir, Direktur Utama BBRI menjelaskan tahun 2014 ini, BBRI menyiapkan dana hingga Rp 3 triliun untuk mengakuisisi lembaga keuangan.

Sebagai catatan, BBRI merupakan emiten pertama yang tercatat di Bursa Efek Indonesia yang merilis laporan keuangan tahun 2013 secara resmi ke masyarakat. Sejak akhir tahun 2013 lalu, hingga perdagangan sesi pertama Kamis (23/1) hari ini, saham BBRI telah naik signifikan hingga 22,07% pada harga Rp 8,850.