Wednesday, January 8, 2014

Obligasi Valas Indonesia Diminati, Emisi Ditambah, Pemerintah Jangan Lengah



Jakarta, 9 Januari 2014 – Penerbitan dua obligasi valas Indonesia ditambah menjadi US$ 4 miliar  dari penawaran awal US$ 3 miliar karena oversubscription cukup besar. Ini mencerminkan tingkat kepercayaan investor asing dalam jangka panjang kepada Indonesia di tengah defisit keseimbangan primer dan pelemahan mata uang. Sebaiknya momentum kepercayaan dan kondisi global ini dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk memperkuat infrastruktur dan sistem perdagangan dalam negeri. 

Penawaran 2 seri obligasi valas Indonesia yakni RI 024 bertenor 10 tahun dengan tingkat kupon 5,875% dan RI 044 bertenor 30 tahun dengan tingkat kupon 6,75% yang dilaksanakan pada awal Januari 2014 ini direspon dengan sangat baik oleh pasar international. 

Total penawaran yang masuk untuk kedua obligasi ini mencapai US$17,5 miliar untuk US$3 miliar yang ditawarkan semula, atau oversubscribed sebesar 4,4 kali. Oversubscription ini menunjukkan kepercayaan yang masih besar kepada Indonesia, dan juga merespon kepada situasi pasar finansial global yang masih gonjang ganjing karena belum stabilnya pertumbuhan ekonomi-ekonomi raksasa yaitu Amerika, Eropa, dan Cina. 

Kedua seri obligasi ini paling diminati oleh investor AS (68%), diikuti oleh Eropa (16,5%), Asia tidak termasuk Indonesia (8,5%), serta investor Indonesia sendiri (7%). Sebagian besar penawaran muncul dari asset manager (77%), bank (5%), asuransi dan dana pensiun (17%), dan private banking (1%). Rating BBB+ (stabil) dari Fitch Ratings, BB+ (stabil) dari Standard and Poor’s, dan Baa4 (stabil) dari Moody’s, masih menjadi tolok ukur investor dalam menilai kesehatan fiskal Indonesia, walaupun defisit kesimbangan primer sudah terjadi dan Rupiah terus melemah.

Menteri Keuangan M.Chatib Basri menyatakan bahwa SUN berdenominasi dolar AS itu merupakan bagian dari program Global Medium Term Notes (GMTN) sebesar US$ 25 miliar untuk membiayai sebagian defisit anggaran. Rasio Utang terhadap PDB Indonesia saat ini baru 24,1% dan dianggap relatif cukup aman dengan pertumbuhan ekonomi yang positif.

Walaupun positif tetapi AFN melihat bahwa pemerintah tidak boleh melemahkan upaya memperkuat sektor infrastruktur dan sistem perdagangan berbagai barang dan jasa di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia kini masih positif dibandingkan berbagai negara raksasa lain yang terkena dampak pelemahan global. Tapi hal itu akan cepat berbalik arah, dan ketika itu Indonesia sudah harus siap. 

Penting untuk selalu diingat bahwa walaupun di pasar finansial Indonesia masih diminati, tetapi di sektor riil daya saing Indonesia sangat turun. Ketidakseimbangan kedua pasar ini di dalam jangka menengah panjang akan menjadi bom waktu bagi ekonomi.

Penggerak Saham-saham Paska IPO - Seri 1 dari 2 Tulisan

Jakarta, 8 Januari 2014 – Kinerja saham-saham yang masuk bursa di tahun 2012 dan tahun 2013 cukup baik dan melampaui kinerja indeks komposit maupun indeks sektornya, diikuti dengan kinerja likuiditas yang cukup tinggi. Namun masih ada beberapa perusahaan yang kinerja fundamentalnya cukup bagus tapi kinerja sahamnya masih tertekan. Tulisan 2 seri ini akan berusaha untuk menganalisis apa yang menggerakkan saham-saham paska IPO, baik ke atas maupun ke bawah.

Beberapa tahun yang lalu sempat terjadi fenomena di mana saham-saham yang baru saja IPO mengalami kenaikan harga signifikan dalam 2 hari  sampai 1 minggu pertama lalu turun tajam atau tidak bergerak lagi. Fenomena kenaikan saham paska IPO yang sering disebut sebagai anomali IPO ini memang terjadi secara umum di semua bursa karena diasumsikan penjamin emisi efek (underwriter) berupaya untuk mendapatkan tingkat serapan yang maksimal dengan cara menjual dengan harga di bawah nilai wajar saham itu. Karenanya, strategi investor adalah membeli pada saat IPO dan segera menjualnya di pasar sekunder dengan harga yang lebih baik.

Secara umum tidak ada teori yang menyebutkan apakah setelah anomali IPO, saham kemudian mengalami konsistensi kenaikan atau turun tajam atau malah tidak ada transaksi perdagangan sama sekali. Apa yang terjadi paska anomali IPO biasanya sangat tergantung kepada kinerja fundamental saham tersebut dan bagaimana emiten mampu meyakinkan pasar mengenai potensi masa depannya.

Di sisi lain secara historis ada fenomena bahwa saham-saham perusahaan-perusahaan yang berkapitalisasi kecil, atau tidak dikenal, mendapatkan tekanan di pasar. Termasuk di dalam kategori itu adalah perusahaan-perusahaan yang baru IPO, karena biasanya perusahaan-perusahaan ini relatif tidak dikenal. Hal itu menyebabkan banyak saham yang baru saja masuk bursa mengalami tekanan pada harga dan likuiditas.

Tetapi fenomena itu tidak berlarut-larut sampai 2012-2013. Dua tahun terakhir ini telah terjadi 49 IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI), dari perusahaan agrikultur, properti, infrastruktur, perdagangan, keuangan, aneka industri, industri dasar, dan pertambangan.Dari jumlah itu, hanya 19 saham yang sampai dengan penutupan perdagangan tahun 2013 mengalami penurunan dari harga IPO-nya. Sebanyak 29 saham lain mengalami kenaikan dan 1 tidak berubah. Dari yang mengalami kenaikan, ada 10 saham yang harganya kini sudah berlipat ganda.

Kenaikan saham-saham ini tidak hanya didorong oleh kinerja indeks sektoralnya saja atau indeks gabungan, akan tetapi jauh di atas kinerja indeksnya pada periode yang sama.

Apa faktor pendorong saham-saham ini naik demikian cepat? Atau mungkin pertanyaan yang lebih relevan bagi investor IPO, bagaimana caranya mencegah harga dan likuiditas saham turun paska IPO? Pada bagian pertama seri tulisan ini, kita akan menganalisa saham-saham yang harganya naik tajam, sementara pada bagian kedua kita akan menganalisa saham-saham yang tidak naik atau tidak berubah harganya serta berupaya untuk mengambil beberapa kesimpulan dari kedua analisis tersebut.

Mari kita teliti saham-saham yang sudah naik lebih dari dua kali lipat.
PT Sarana Meditama Metropolitan, Tbk (SAME) yang memiliki 2 rumah sakit-  RS Omni Pulomas dan RS Omni Alam Sutera - ini mengalami kenaikan harga paling fantastis,  525% dari Rp 300 menjadi Rp 2.500 bahkan sampai sempat kena suspensi BEI. Padahal, tidak ada berita yang berbeda dengan apa yang didengungkan saat IPO.

Kenaikan fantastis ini kami bagi dalam 2 periode waktu. Periode pertama adalah awal Februari 2013 sampai pertengahan Mei, yaitu dari Rp 500 sampai dengan Rp 2.200. Periode kedua adalah awal Juli 2013 sampai akhir Agustus, dari Rp 1.800 menjadi Rp 3.275 (rekor tertingginya).

Breakdown broker atas kedua periode menunjukkan adanya aktivitas broker yang sangat berat ke trading. Paramitra Alfa Sekuritas misalnya di periode 1 melakukan beli 100.000 lot tapi pada akhir periode hanya membeli (net) 1.180 lot. Paramitra kembali membeli 115.00 lot pada periode kedua tapi pada akhir periode malah net sell 7.980 lot. Ada beberapa indikasi broker-broker lain yang melakukan hal yang sama pada kedua  periode ini sehingga kami mencurigai adanya ‘permainan’ untuk menaikkan harga.

Lain halnya dengan PT Inti Bangun Sejahtera Tbk (IBST), perusahaan penyewaan menara telekomunikasi, yang kenaikannya didorong oleh 7 hari pertama paska IPO dengan RHB OSK Securities Indonesia melakukan net buy yang sangat besar. Di bulan April, MNC Securities membeli dengan jumlah signifikan, menyebabkan harga IBST kembali naik.

Pada bulan Juli IBST melakukan restrukturisasi obligasi dengan PT Dian Swastatika Sentosa, Tbk (DSSA) dimana sebagian besar nilai obligasi ini ditukar menjadi pinjaman. Konsekuensinya adalah potensi dilusi diperkecil, dan hal ini membuat nilai masa depan saham langsung naik dengan signifikan. Anehnya, segera setelah informasi ini diumumkan, harga IBST malah tertekan, walaupun 1 bulan kemudian kembali ke level harga yang cukup tinggi. Adakah ini mengindikasikan bahwa beberapa pihak memiliki informasi awal mengenai restrukturisasi ini dan dapat mengambil risiko sekaligus keuntungan dari kemungkinan langkah tersebut? Hal tersebut mungkin terjadi karena kerangka waktu untuk restrukturisasi umumnya memang berkisar antara 1 bulan sampai 1 tahun.

Saham ketiga yang naik tajam adalah PT Minna Padi Investama, Tbk (PADI) yang bergerak di jasa keuangan. Sejak IPOnya di Rp 395, saham ini telah mengalami kenaikan 343% hingga Rp 1.715 bahkan sempat menyentuh Rp 2.100, padahal tidak diiringi dengan likuiditas perdagangan yang baik. Periode pergerakan harga saham ini dapat dibagi 3: (1) IPO – Mei 2013 dari Rp 395 jadi Rp 1.580; setelah itu turun (2) Mei – Agustus 2013 jadi Rp 710, baru kemudian naik lagi (3) sampai November jadi Rp 2.100.

Periode kenaikan yang pertama ditopang oleh aktivitas dirinya sendiri sebagai broker, baik sebagai broker teraktif maupun yang net buy terbanyak. Koleksi itu mungkin merupakan suatu sinyal kepada pasar bahwa harga wajarnya yang lebih tinggi daripada harga pasar. Hal yang sama terjadi pada saat periode penurunan dimana Minna Padi ‘menampung’ saham-saham yang dilepas broker-broker lainnya. Yang menarik adalah pada periode ketiga, Minna Padi tak lagi jadi pengumpul, melainkan net seller yang cukup besar. Ini mengindikasikan bahwa kenaikan saham ini cukup disetir oleh pemiliknya.

Beberapa analisis terhadap saham-saham yang naik  lainnya memberikan kesimpulan di bawah ini:
1.    Kenaikan harga yang terjadi disebabkan oleh adanya pengelolaan pasar tertentu oleh beberapa pihak yang bertujuan untuk mensinyalkan bahwa harga yang terjadi sekarang masih terlalu murah;
2.    Beberapa pihak mendapatkan informasi lebih untuk membuat keputusan-keputusan yang secara signifikan mendorong harga di pasar modal.
3.    Paska IPO, perusahaan memberikan informasi-informasi baik mengenai operasi dan kinerja perusahaan, seperti meraih pinjaman, pencapaian target, penggunaan dana IPO dan sebagainya. Tidak semuanya baik atau positif, akan tetapi pemegang saham mendapatkan informasi yang cukup mengenai apa yang terjadi dengan perusahaan yang sahamnya dimiliki olehnya;
4.    Beberapa kondisi makro menguntungkan secara tiba-tiba, berakibat kepada naiknya harga wajar saham tersebut dibandingkan kondisi pada saat IPO;