Wednesday, April 23, 2014

Benakat Integra Lakukan Refinancing US$ 556,8 Juta untuk Turunkan Beban Bunga

Jakarta, 24 April 2014 –PT Benakat Integra, Tbk (BIPI) melalui anak usahanya, PT Nusa Tambang Pratama, melakukan konsolidasi pinjaman (refinancing) sebesar US$ 556,8 juta kepada pihak-pihak terafiliasi. Dana tersebut untuk membayar pinjaman anak perusahaan, PT Astrindo Mahakarya Indonesia (AMI), perusahaan infrastruktur batubara. Beban bunga perusahaan diperkirakan akan turun signifikan.



AMI sebelumnya diakuisisi dengan nilai mencapai US$600 juta. Keputusan akuisisi atas AMI akan membuat Benakat memiliki penyertaan pada aset infrastruktur tambang batu bara terintegrasi berupa pelabuhan batubara dengan total kapasitas 48 juta ton per tahun dan infrastruktur overland conveyor dengan total kapasitas sebesar 73,5 metrik ton per tahun.

Pada saat akuisisi, AMI melalui beberapa entitas anaknya memiliki pinjaman bank jangka panjang kepada ICICI Bank dan Credit Suisse senilai total US$ 594,20 juta dan masih memiliki plafon pinjaman sampai dengan US$ 615 juta. Pinjaman ini memiliki tingkat bunga LIBOR+6,25% dan LIBOR+8%.

Dengan refinancing, pinjaman AMI akan ditarik ke Nusa Tambang Pratama dengan plafon US$ 580 juta dan tingkat bunga LIBOR+5,5%, jauh lebih kecil daripada pinjaman sebelumnya. Tingkat bunga yang lebih rendah dimungkinkan karena penilaian terhadap Nusa Tambang lebih baik daripada AMI. Selain itu pembayaran pokok dapat diperpanjang 3 – 4 tahun yaitu sampai tahun 2021.


Pendanaan ulang (Refinancing) ini menurut AFN akan memperbaiki kinerja laba rugi Benakat melalui penurunan beban bunga, serta pengelolaan arus kas yang lebih baik.


Kinerja Benakat tahun 2013 naik signifikan. Pendapatan naik 401% menjadi US$ 190,60 juta dengan laba bersih naik 5.848% jadi US$ 55,32 juta. Hal ini didorong dengan penambahan aset sebesar 180% menjadi US$ 1,34 miliar. Penambahan aset terutama terjadi pada pelabuhan dan mesin sebesar US$ 1,64 juta dan US$ 8,89 juta. 

Saham Benakat naik signifikan paska keluarnya laporan keuangan yang mencatatkan kenaikan kinerja yang sangat signifikan. Bahkan dengan kenaikan tersebut, PBV Benakat masih di bawah 1, artinya harga sahamnya masih belum mencerminkan harga wajar asetnya. 


Aturan Bea Keluar Mineral Dilunakkan, Sektor Pertambangan Menguat

Jakarta, 24 April 2014 – Setelah mendapatkan protes terus menerus dari kalangan usaha, pemerintah akhirnya memberikan kelunakan mengenai Bea Keluar (BK) Mineral Olahan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berjanji untuk segera menghapus bea keluar 20% untuk ekspor komoditas mineral yang di atas kadar minimum. Berita ini akan membuat sektor pertambangan diprediksi menguat lagi hari ini.

Sebelumnya, lewat Peraturan Menteri Keuangan, pemerintah menetapkan bea keluar konsentrat mineral naik bertahap. Pada 2014, bea keluar konsentrat mineral ditetapkan 20% dan naik setiap tahun hingga mencapai 60% pada 2016. Kebijakan ini dikeluarkan agar para pemilik tambang mineral melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.

Banyak pihak menyayangkan aturan baru yang datangnya terlambat pada saat kondisi pertambangan sedang tertekan. Kini industri tambang tidak fokus ke investasi melainkan ke moda penyelamatan (survival). Sementara pembangunan smelter membutuhkan investasi yang tidak sedikit. Nilai investasi 1 smelter bisa mencapai US$ 1,2 – 1,5 miliar dengan waktu 3 tahun. Dalam waktu tiga tahun tersebut, dana investasi tidak bisa diputarkan.

Prinsip utama pemerintah dalam aturan ini adalah sebagai alat pemaksa, bukan mencari tambahan pendapatan negara. Dengan demikian AFN melihat langkah pelunakan ini adalah bijaksana karena memperhatikan kondisi yang dihadapi oleh industri pertambangan.

Dengan aturan yang baru, maka perusahaan tambang dapat memperoleh keringanan Bea Keluar dan tax allowance (keringanan pembayaran pajak), apabila memenuhi 5 persyaratan di antaranya telah membayar uang jaminan kesungguhan sebesar 5% dari nilai investasi smelter dan melaporkan bukti fisik pembangunan smelter.

Keringanan bea keluar dimaksud belum ditentukan besarnya namun maksimal 10%. Apabila pembangunan smelter tidak memperlihatkan kemajuan, maka keringanan ini akan dicabut dan perusahaan akan dikenakan bea yang normal.

Di sisi lain, Kementerian Keuangan akan menyiapkan peraturan mengenai insentif pembangunan smelter berupa tax allowance (keringanan pajak).

Untuk memonitor ini, pemerintah telah menyiapkan tim pemantau perkembangan smelter yang beranggotakan wakil dari Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, dan tenaga ahli independen. Pembangunan smelter diharapkan dapat dimulai pada tahun ini dan beroperasi paling lambat 2017.


Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengklaim sudah ada kemajuan dalam soal pembangunan smelter di Indonesia. Berdasarkan laporan yang dia terima, sudah ada empat perusahaan yang menunjukkan kemajuan dalam pembangunan pabrik pengolahan tersebut. Sementara Kementerian Perindustrian menyatakan ada 5 perusahaan yang sudah mulai membangun dari 55 perusahaan tambang yang mengajukan pembangunan smelter.

Selama 2 hari ini, indeks pertambangan sudah menguat signifikan karena wacana ini. Diperkirakan pada hari ini, sektor pertambangan kembali menguat karena konfirmasi dari berita ini, walaupun tidak setajam hari sebelumnya.