Monday, December 8, 2014

Delisting Merck Masih Tunggu Investor

Jakarta, 9 Desember 2014 – Paparan Publik PT Merck Sharp Dohme Pharma, Tbk (SCPI)  pada hari ini mengetengahkan bahwa proses delisting masih berlanjut dan perseroan telah menyisihkan dana yang cukup untuk investor yang belum menjual kembali saham miliknya. Kinerja laba Merck meningkat cepat paska pengumuman delisting ini.

Merck menyatakan di dalam paparan publik yang bertempat di kantornya bahwa delisting dilaksanakan karena perseroan tidak memiliki kebutuhan dana yang harus dipenuhi dari publik. Seiring dengan revisi regulasi Penanaman Modal Asing (PMA) yang tidak lagi mengharuskan perusahaan asing untuk go public, maka perseroan memutuskan untuk keluar dari bursa.

Perseroan sebelumnya dikenal sebagai PT Schering-Plough Indonesia, Tbk yang memproduksi berbagai produk farmasi termasuk obat-obat analgesic Garamycin. Bagian dari Merck Sharp & Dohme Corporation, AS menyampaikan permohonan Voluntary  Delisting (delisting secara sukarela) pada tanggal 1 Februari 2013.

Sejak saat itu Bursa telah mensuspensi saham SCPI di level harga Rp 29.000. Suspensi ini sesuai dengan peraturan bursa nomor I-1 tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa pasal III.2.2.6 yang berbunyi: “Bursa melakukan Suspensi atas saham Perusahaan Tercatat yang berencana untuk melakukan Delisting saham atas permohonan Perusahaan Tercatat.”

Perseroan sendiri menawarkan untuk membeli kembali saham yang masih beredar dengan harga Rp 100.000 per lembarnya, jauh lebih tinggi daripada harga tertinggi saham SCPI sebesar Rp 43.000.

Ini sesuai dengan peraturan bursa yang sama pasal III.2.1.4 yang berbunyi: “Penentuan harga pembelian saham sebagaimana dimaksud dalam ketentuan III.2.1.3 di atas adalah berdasarkan salah satu harga yang tersebut di bawah ini, mana yang tertinggi: (1) harga nominal; (2) harga tertinggi di Pasar Reguler selama 2 (dua) tahun terakhir sebelum iklan pemberitahuan RUPS setelah memperhitungkan faktor penyesuaian ditambah premi berupa tingkat pengembalian investasi selama 2 (dua) tahun; (3) nilai wajar berdasarkan penilaian pihak independen.”

Harga tersebut tetap tidak berubah bagi sebagian kecil (1,57%) pemegang saham yang sampai kini masih belum menukarkan sahamnya dengan berbagai faktor ketidaktahuan dan pindah alamat. Perseroan juga tetap melaksanakan berbagai cara untuk mencari para pemegang saham ini.

Yang menarik adalah setelah 1 tahun mengumumkan proses delisting, rugi usaha perseroan turun signifikan dari US$ 140,7 miliar menjadi hanya US$ 8,72 miliar. Manajemen di dalam paparan publik mengatakan bahwa peningkatan penjualan yang sangat tinggi, baik dari ekspor maupun domestik telah  berkontribusi langsung kepada kenaikan kinerja ini. Pendapatan perseroan naik 140% menjadi US$ 691,17 miliar dari sebelumnya US$ 285,88 miliar.

Sampai saat ini ekuitas perseroan masih negatif US$ 960 juta. Apabila kinerja dapat dipertahankan seperti tahun ini, maka besar kemungkinan tahun depan ekuitas perseroan sudah kembali positif.






Sunday, December 7, 2014

Indika Energy Cairkan Pinjaman (Lagi), Peringkat Turun 2 Notch

Jakarta, 8 Desember 2014 -  PT Indika Energy Tbk (INDY) menarik pinjaman bank senilai US$ 30 juta. Pinjaman ini kemudian diteruskan ke anak usaha, Indika Capital Investments Pte Ltd (ICI). Rasio utang terhadap ekuitas setelah pencairan ini menjadi 1,5 kali.

ICI merupakan entitas anak yang bergerak di bidang perdagangan batubara. Kendati pasar batubara masih lesu, namun, Indika yakin ICI memiliki kemampuan untuk bisa menjalankan usahanya. Indika dan ICI telah menandatangani perjanjian pinjaman pada 3 Desember 2015.

Pinjaman dicairkan dari Bank Mandiri dan Citibank N.A Cabang Jakarta dengan nilai masing-masing sebesar US$ 20 juta dan US$ 10 juta. Pinjaman ini selanjutnya diberikan ke ICI sebagai utang dari pihak terafiliasi. Anak usaha yang berdomisili di Singapura ini akan menggunakan dana tersebut untuk memenuhi kebutuhan usaha.

Sampai akhir September tahun ini, ICI mencatatkan kerugian US$ 25.981, naik dari tahun lalu sebesar US$ 12.239. Sedangkan Indika sendiri mencatatkan kerugian US$ 9.61 juta, naik dari tahun lalu sebesar US$ 3.20 juta.

Kinerja operasional pemilik Santan Batubara dan Kideco Jaya Agung yang kurang baik ini ditambah dengan kecenderungan untuk terus meningkatkan utang mendorong pelaku pasar untuk menempatkan obligasi Indika di kategori obligasi non investasi (junk bonds), atau turun sekitar 2 notch bila dilihat dari current yield-nya.  

Obligasi senilai US$300 juta dengan kupon 7 persen yang jatuh tempo Mei 2018 sudah turun jadi US$ 84.79 sen untuk tiap dolar. Pada saat diterbitkan at par tahun 2011, Moody’s Investors Service memberikan peringkat B1, sementara Fitch Ratings member peringkat B+.


Harga saham Indika pun terus tertekan sejak September 2014.


Wednesday, December 3, 2014

Diincar KKR dan Bunge, Saham AISA Tidak Bergerak

Jakarta, 3 Desember 2014 – Kohlberg Kravis Roberts & Co LP (KKR) dan Bunge Agribusiness Singapore Pte Ltd, dikabarkan sedang mengincar 88% saham Golden Plantation, anak usaha PT Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk (AISA). Nilai divestasi diperkirakan sekitar US$ 80 – 90 juta atau sekitar Rp 1 triliun. Golden Plantation sudah merencanakan melepas 21,82% sahamnya ke publik dengan target dana terserap Rp 200 – 240 miliar.

KKR adalah perusahaan private equity internasional ternama yang terindikasi sedang mentargetkan Indonesia sebagai ladang investasi barunya. Agustus tahun ini KKR telah mempekerjakan 3 orang eksekutif untuk menggarap proyek-proyek di Indonesia. Langkah debut KKR di Indonesia adalah membeli 9,5% Tiga Pilar (AISA) dan kemudian menjadi pemegang mayoritas kedua di perusahaan dengan 26%.

Sementara Bunge adalah perusahaan agribisnis internasional yang bisnis utamanya adalah perdagangan dan logistik komoditi, termasuk memberikan pembiayaan kepada perusahaan-perusahaan terkait komoditi, baik di hulu maupun di hilir. Bunge saat ini memiliki 35% saham PT Bumiraya Investindo, anak usaha Golden Plantation.

Proses divestasi ini akan dimulai setelah penawaran umum perdana (IPO) Golden Plantation yang direncanakan pada akhir tahun dengan harga Rp 250 – 300 / saham sebanyak 800 juta saham. Berdasarkan jadwal sementara, masa penawaran awal saham 24 Nov-2 Des 2014. Tanggal efektif diharapkan dpt diperoleh pada 11 Des 2014, masa penawaran berlangsung 15-17 Des 2014. PT CIMB Securities Indonesia sebagai lead underwriter.

Sebesar 68% dana yang didapatkan akan digunakan untuk mengakuisisi perusahaan target yaitu PT Bailangu Capital Investment dan PT Persada Alam Hijau dan sebesar sisanya akan digunakan untuk belanja modal dan modal kerja perusahaan target. Rencananya Golden Plantation akan mengembangkan lahan tertanam seluas 5.000 ha hingga 8.000 ha setiap tahunnya sebagai bagian dari ekspansi di kedua perusahaan tersebut..

Per 30 Juni 2014, Golden Plantation tercatat memiliki perkebunan kelapa sawit seluas 49.000 ha yang tersebar di Kalimantan, Riau, dan Sumatera. Dari jumlah tersebut, lebih dari 17.000 ha merupakan lahan tertanam. Selain itu, perseroan juga memiliki satu pabrik pengolahan minyak sawit mentah (CPO) berkapasitas 30 ton TBS per jam. Perseroan berencana meningkatkan kapasitas produksi pabrik menjadi 45 ton TBS per jam pada 2017.

Hingga semester I-2014, Golden Plantation membukukan penjualan bersih Rp 55,4 miliar atau naik 146,2% dibandingkan periode sama tahun lalu Rp 22,5 miliar. Sementara itu, laba usaha tercatat sebesar Rp 10,7 miliar selama enam bulan pertama tahun ini, meningkat signifikan dibandingkan periode sama 2013 sebesar Rp 463,3 juta.

Berita ini belum direspon oleh pelaku pasar pada saham AISA. Kisaran harga AISA selama 1 bulan ini tetap di antara Rp 2.040 sampai dengan Rp 2.210. Padahal kinerja Tiga Pilar sendiri cukup baik pada 3 triwulan 2014 ini.

Pertumbuhan pendapatan tercatat 24,4% menjadi Rp 3,66 triliun. Pertumbuhan ini mendorong pertumbuhan laba bersih 14,1% menjadi Rp 246,89 miliar atau Rp 84/ lembar.

Perusahaan cukup optimis tahun depan akan bisa membukukan kenaikan penjualan hingga 50%.  Untuk itu capex disiapkan sebesar Rp 1 triliun. Angka ini meningkat 48% dibanding anggaran capex perseroan tahun ini. Sebagian besar capex akan digunakan untuk ekspansi bisnis beras.



Tuesday, December 2, 2014

Uji 4G, Saham Indosat Melejit

Jakarta, 3 Desember 2014 – PT Indosat, Tbk  (ISAT) telah melakukan uji coba layanan generasi keempat ponsel 4G LTE (long term evolution) dengan target komersialisasi pada kuartal pertama tahun depan. Diharapkan dengan komersialiasi 4G, Indosat akan mampu mencatatkan kembali pertumbuhan.

Perusahaan melakukan pengujian dalam 15MHz spektrum masing-masing di 800MHz dan 1,800MHz frekuensi. Menurut perusahaan, industri telekomunikasi telah berkembang dari era selular, wireless, hingga broadband, seperti kecepatan dan efektivitas layanan yang lebih tinggi. Menurut perusahaan, layanan super 4G LTE ISAT dapat diperluas hingga 185Mbps, meskipun, jika lalu lintas berat, kecepatan bisa turun menjadi sekitar 60Mbps-70Mbps. Sementara itu, Kementerian informasi dan komunikasi (Menkominfo) menyatakan akan memberikan lisensi komersial pada akhir tahun ini.

Sebelumnya pada 3 triwulan 2014, perusahaan yang dikuasai oleh Ooredoo Asia, Pte, Ltd ini mencatatkan pendapatan Rp 17,72 triliun turun tipis, 0,46% dari periode sebelumnya di tahun 2013, Rp 17,80 triliun. Penurunan tersebut terutama terjadi karena penurunan pendapatan di segmen selular sebesar 1,3% menjadi Rp 14,29 triliun. Sementara segmen ini adalah kontributor utama, 80% dari  pendapatan Indosat.

Nampaknya pengujian ini mendapat apresiasi yang besar oleh pasar. Saham Indosat dalam waktu 2 pekan telah naik 28% dari Rp 3.050 ke Rp 3.925. Kenaikan ini juga didorong oleh besarnya net buy asing pada tanggal 24-27 Desember yang totalnya sampai Rp 35,04 triliun. Padahal kinerja Indosat dilaporkan menurun pada tahun ini.

Tahun ini, sama seperti tahun 2013, Indosat mencatatkan rugi yang cukup besar, yaitu Rp 1,32 triliun akibat besarnya beban tetap yang harus ditanggungnya. Beban pendapatan tercatat Rp 17,22 triliun, sehingga menghasilkan marjin laba operasi hanya 2,8%. Sementara beban utang turut menekan laba bersih sebesar Rp 1,82 triliun.

Indosat sebelumnya baru saja menata kembali struktur utangnya. Setelah membuat rangkaian pinjaman perbankan Revolving Credit Facility (RCF) US$ 450 juta, Export Credit Agency (ECA) US$ 400 juta, dan obligasi Rp 10 triliun, rancangannya kini mengalami sedikit perubahan. ISAT menambah pinjaman dengan skema RCF menjadi US$ 500 juta.


Monday, December 1, 2014

Alam Sutera Melesat

Jakarta - 2 Desember 2014 - PT Alam Sutera Realty, Tbk (ASRI) pada penutupan pecan kemarin melesat sampai 7,69% ke Rp 560 disertai dengan volume tinggi, 5,1 juta lot. Ini karena Tri Ramadi, dikabarkan bergabung kembali dengan perseroan ini paska pengunduran diri Hungkang Suteja yang menggantikannya. Apalagi kabarnya The Ning King akan menggabungkan Alam Sutera dan Bekasi Fajar.

Pada perdagangan yang bervolume tinggi ini, broker Kresna Graha Securindo berkode KS trcatat membeli saham ASRI sampai 1,32 juta lot, sementara Panin Securities dan CIMB Securities tercatat paling banyak menjual.

Tri Ramadi, mantan direktur utama Alam Sutera sempat mengundurkan diri di awal 2014. Tri kemudian digantikan oleh Harianto Tirtohadiguno. Sejak pengunduran dirinya sampai dengan dikabarkan akan kembali, Tri tetap di dalam grup Argo Manunggal  sebagai presiden direktur PT Alfa Goldland Realty, salah satu anak perusahaan Alam Sutera.

The Ning King, pemimpin grup Argo Manunggal pemilik 51,8%  Alam Sutera dikabarkan akan menggabungkan perseroan dengan PT Bekasi Fajar Industrial Estate, Tbk (BEST) yang juga dimilikinya. Argo Manunggal memiliki Alam Sutera  melalui PT Manunggal Prime Development dan PT Tangerang Fajar Industrial Estate. Grup ini juga mengendalikan Bekasi Fajar  sebanyak 47,97% melalui PT Argo Manunggal Land Development.

Tahun depan, Alam Sutera optimis akan memperoleh pendapatan sebesar Rp 5,8 triliun dari proyek-proyek yang sekarang sedang dibangun yaitu Kota Mandiri Sutera Svarna di Pasar Kemis Tangerang dan beberapa proyek highrise (apartemen dan perkantoran) di Serpong dan Jakarta, serta Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana di Bali.

Untuk mendukung pencapaian pendapatan itu, perseroan akan meningkatkan belanja modal sebanyak 47% sampai dengan Rp 2,2 triliun. Dana tersebut akan digunakan sebagian (50%) untuk membeli lahan di distrik Pasar Kemis dan Serpong, Tangerang. Sisanya adalah untuk membangun apartemen dan perkantoran di Serpong.

Perseroan telah mencatatkan penjualan marketing Rp 3,6 triliun sampai dengan September. Laporan keuangan Perseroan pemilik landbank 2.331 ha ini masih belum diterbitkan  karena sedang dilakukan proses audit eksternal, sehingga diharapkan laporan keuangan baru akan diterima Bursa pada 31 Desember 2014. Kebutuhan audit ini karena manajemen melihat adanya peluang untuk melakukan aksi korporasi ke depan.


ASCEND mengamati beberapa hal yang perlu diwaspadai oleh investor:

  • Belanja modal yang tidak sedikit, yaitu Rp 2,2 triliun atau sekitar 15% dari total aset perseroan harus dipenuhi melalui kombinasi utang dan penambahan ekuitas. Apalagi salah satu tujuan dari belanja modal tersebut adalah pengadaan lahan yang sifatnya jangka panjang. Penambahan modal HMETD adalah salah satu opsi terbaik perseroan yang 2/3 asetnya dibiayai oleh utang ini.
  • Penggabungan Alam Sutera dan Bekasi Fajar baik dari hal profitabilitas dan diversifikasi portofolio produk.  
  • Saat ini Bekasi Fajar memiliki PBV yang jauh lebih tinggi daripada Alam Sutera, yaitu 2,9x dibandingkan 2,0x. Harga yang cukup tinggi adalah hasil kenaikan 39% hanya dalam sebulan terakhir. Karenanya Alam Sutera perlu memperhitungkan kepentingan investor minoritas apabila penggabungan tersebut terjadi dan Alam Sutera harus membayar dengan harga pasar.  
Saham ASRI: 28 November 2014

Saham BEST: 28 November 2014