Friday, July 26, 2013

Rupiah Melemah atau Mencari Keseimbangan Baru

Bloomberg: Pelemahan Rupiah atas US Dollar
Jakarta, 26 Juli 2013 - Rupiah telah melemah hingga mencapai Rp. 10.262 atau melemah 5,8% dibanding dengan akhir tahun 2012. Gubernur Bank Indonesia (BI)

menyatakan bahwa pelemahan nilai tukar Rupiah seiring dengan pergerakan mata uang kawasan sehingga diharapkan Rupiah kembali dalam level dibawah 10.000 setelah dilakukan intervensi. Namun, jika didasarkan data fundamental makroekonomi yang melemah sepertinya pergerakan Rupiah di level 10.000 akan bertahan dalam jangka waktu lama.
Pelemahan Mata Uang Kawasan Asia terhadap Dollar

Tren pelemahan mata uang terhadap Dollar AS yang tidak hanya dialami oleh Rupiah, namun terjadi juga oleh mata uang regional lain. Yen Jepang adalah yang paling melemah terhadap Dollar AS. Akhir tahun 2012 lalu Yen tercatat sebesar 86,75 sedangkan 25 Juli 2013 tercatat nilai tukar Yen terhadap Dollar AS sebesar 99,67 poin. Mata uang India, Rupee juga melemah terhadap Dollar AS sebesar 8,67%, saat ini Rupee pada level 59,13 poin. China Yuan justru satu-satunya mata uang regional yang menguat terhadap Dollar AS sebesar 0,16%. Yuan berada pada level 6,14 poin.

Apakah Rupiah mencapai keseimbangan baru, atau pelemahan ini hanya sekedar sementara saja?

Fundamental ekonomi RI melemah akan mendorong Rupiah pada level keseimbangan baru. Indikasinya memang demikian. Impor bahan bakar minyak yang meningkat, naik 22% yoy sebesar US$ 19 juta pada bulan Mei, membuat defisit neraca perdagangan dan mendorong kebutuhan valuta asing dalam negeri. Konsumsi minyak nasional ekuivalen 1,4 juta barel perhari sedangkan produksi nasional 850 ribu barel perhari dengan cadangan yang semakin tipis sehingga impor akan terus meningkat dari tahun ke tahun. Neraca perdagangan RI hingga bulan Mei pun defisit US$ 2,29 miliar. Diprakirakan neraca perdagangan sampai dengan kuartal kedua masih mengalami defisit hingga US$ 6,6 miliar. Defisit neraca perdagangan tahun 2012 mencapai US$ 24 miliar atau 2,7% dari total PDB. Rasio hutang jangka pendek RI terhadap cadangan devisa pun mencapai 40%. Cadangan devisa RI tercatat pada bulan Juni 2013 lalu sebesar US$ 98,1 miliar atau setara dengan 5,4 bulan impor. Utang perusahaan swasta juga telah mencapai US$ 128 miliar, angka yang mengkuatirkan dan mungkin tidak dapat turun signifikan. Tambahan lagi, tekanan inflasi yang diprakirakan mencapai 8,1% di akhir tahun. Parameter tersebut menunjukkan tekanan terhadap kondisi fundamental ekonomi RI sehingga berpotensi menggeser keseimbangan nilai tukar Rupiah kearah 10.000 poin.

Namun BI menilai melemahnya Rupiah yang terjadi sejak pertengahan Mei lalu hanya bersifat sementara. Di saat the Fed yang menyatakan akan menghentikan program stimulusnya secara bertahap, arus modal asing keluar dari emerging market termasuk Indonesia menyebabkan bursa saham terkoreksi akibat aksi jual asing yang signifikan. Hal ini menyebabkan permintaan Dollar semakin tinggi dikarenakan Asing yang mengubah portofolionya. Asing pun lebih nyaman memegang Dollar yang dinilai likuid di pasar dunia. Hasilnya, tercatat capital out flow selama tahun 2013 mencapai US$  4,1 miliar atau Rp 41 triliun yang sebagian besar dari pasar saham. Menurut BI, jika kepercayaan investor global terhadap Indonesia kembali, dengan ditunjukkan investasi langsung global yang meningkat akan kembali mendorong penguatan Rupiah. FDI kuartal kedua 2013 tercatat US$ 7 miliar naik tipis dari kuartal satu tercatat US$ 6,7 miliar.

Dalam upayanya menstabilkan pergerakan nilai tukar Rupiah, terutama terhadap Dollar AS, Bank Indonesia telah dua kali menaikkan suku bunga acuan hingga 75 bps menjadi 6,5%  selama dua bulan terakhir untuk menstabilkan rupiah. Fasilitas pinjaman BI juga dinaikkan menjadi 4,75% dari 4,25%. Kebijakan ini dilakukan untuk mendorong investasi dan menekan arus modal asing keluar dari Indonesia.

BI juga menggelar operasi pasar untuk menstabilkan Rupiah. Pekan kedua Juli lalu, BI melakukan lelang FX swap untuk pertama kalinya dan rencananya akan dilakukan tiap pekan. Dari target lelang sebesar US$ 500 juta dengan tenor 1, 3 dan 6 bulan, jumlah swap yang dimenangkan BI mencapai US$ 600 juta. Nilai penawaran mencapai US$ 1.240 juta atau melebihi target (oversubscribed). Lelang ini untuk hedging investor di tengah melemahnya nilai tukar rupiah. BI sebagai pihak pihak yang melakukan lelang, sementara bank umum lain yang membutuhkan valas akan menjadi peserta lelang dengan mengajukan penawaran harga. Kebijakan ini dilakukan untuk menekan capital outflow yang akan menggerus devisa RI dan menekan nilai tukar.

Akan tetapi, kalau pelemahan ini adalah karena Rupiah sedang mencari keseimbangan baru, maka upaya-upaya yang dilakukan oleh BI niscaya akan berdampak kecil saja.

Sebagai catatan melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS pada level psikologis 10.000, BI dituntut untuk lebih transparan mengelola moneter Indonesia. Tahun 2009 lalu saat terjadi default Bank Century, BI ditengarai lalai dalam upaya tugasnya sebagai pengawas perbankan nasional dan tahun 1998 lalu saat terjadi krisis keuangan, saat itu BI yang masih di bawah otoritas pemerintah menyatakan bahwa ekonomi akan tahan terhadap krisis moneter, pun akhirnya jatuh akibat kesalahan pengelolaan moneter dan pengawasan perbankan.

No comments:

Post a Comment