Sunday, December 8, 2013

Laba Bersih Bank BJB Turun dari Triwulan II, Namun Tumbuh dari 2012



Jakarta, 9 Desember 2013 - Bank Pembangunan Daerah Jabar dan Banten, Tbk. (BJBR) membukukan penurunan kinerja selama tiga bulan kuartal ketiga 2013 akibat pengetatan moneter BI sehingga laba bersih turun 7,1% q-o-q menjadi Rp 349 miliar dibanding kuartal sebelumnya Rp 376 miliar. Namun, selama tahun 2013, BJBR masih membukukan kenaikan laba bersih hingga 15,9% menjadi Rp 1,09 triliun dibanding tahun sebelumnya Rp 946 miliar.

AFN melihat bahwa tekanan triwulanan ini wajar namun tetap menjadi tantangan BJB di 2014. BJB memilih menerbitkan sekuritas dibandingkan penerbitan saham baru, dampak dari CAR yang masih terjaga dan ruang leverage yang masih dimiliki oleh BJB. Hal ini dapat berdampak terhadap penurunan laba bersih BJB di 2014 karena beban utang.

Kenaikan moneter yang berdampak pada kenaikan beban bunga menekan laba BJB selama tiga bulan kuartal ketiga. Tercatat sejak Juli hingga September 2013, beban bunga BJB naik 10,5% menjadi Rp 885 miliar dibanding tiga bulan sebelumnya sebesar Rp 801 miliar. sementara itu, pendapatan bunga selama tiga bulan kuartal ketiga hanya naik tipis 1,1% menjadi Rp 2,06 triliun dari sebelumnya Rp 2,04 triliun.

Peningkatan kerugian dari cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) akibat penghapusbukuan kredit yang meningkat juga menekan laba bersih. Tercatat CKPN naik 2,6% menjadi Rp 141 miliar dari tiga bulan sebelumnya sebesar Rp 138 miliar.

Sementara itu, sepanjang tahun 2013, BJB masih membukukan kenaikan laba. Kenaikan laba sepanjang tahun 2013 didorong pertumbuhan bunga bersih hingga 27,7% mencapai Rp 3,57 triliun dari  sebelumnya Rp 2,80 triliun dan kenaikan fee based income 18,1% menjadi Rp 209 miliar dari Rp 177 miliar.

Pengetatan Moneter, Likuiditas di tahun 2014 menjadi Tantangan Bank
Perbankan di 2014 dihadapkan pada masalah likuiditas karena dampak dari pengetatan moneter oleh BI. Menurut Bien Subiantoro, CEO BJB, saat ini kualitas aset likuid BJB yang dinilai dengan parameter liquidity coverage ratio (LCR) tercatat sebesar 110%.

Bank akan dituntut untuk menjaga kualitas aset likuid. Pembiayaan aset likuid ini yang akan menjadi tantangan bagi perbankan. Beberapa bank selevel BJB bahkan telah merencanakan right issue untuk mendapatkan dana murah, diantaranya Bank Bukopin dan Bank Permata dalam beberapa pekan ke depan. Namun, Bien Subiantoro, CEO BJB dalam public expose di Investor Summit lalu menyatakan BJBR belum ada rencana untuk right isue dalam waktu dekat.

Namun, BJB justru memilih penerbitan sekuritas berupa obligasi untuk menjaga likuiditas pada tahun mendatang. Bien Subiantoro, mengatakan obligasi yang diterbitkan dengan nilai tersebut akan diterbitkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan likuiditasnya. Nilai obligasi tersebut direncanakan hingga Rp 5 triliun.

BI yang menaikkan suku bunga acuan hingga 7,5% berpotensi mendorong cost of fund pada 2014 mendatang. BJB menargetkan cost of fund naik pada kisaran 5% hingga tahun depan. Hingga kuartal ketiga ini BJB masih mampu menekan cost of fund hingga 4,8% sehingga NIM tahun ini masih terjaga hingga 8%. Dengan kenaikan cost of fund, diprakirakan NIM BJB tahun depan tidak setinggi tahun ini.

Dampak pengetatan moneter oleh BI juga berpotensi menekan pertumbuhan kredit BJB pada tahun depan. Secara rata-rata, kredit bank pada 2014 diprakirakan hanya akan tumbuh pada 15-17%.


Aset dan DPK masih tumbuh di tengah pengetatan moneter
Pertumbuhan BJB secara year-on-year tumbuh 12,0% menjadi Rp 75,86 triliun dibanding sebelumnya  Rp 67,71 triliun dan dalam tiga bulan kuartal ketiga ini hanya tumbuh 3,3%. Kenaikan aset secara ini didorong oleh pertumbuhan kredit.

Selama kuartal ketiga sepanjang 2013 ini, tercatat kredit BJB tumbuh sebesar 34,4%. Namun terlihat selama tiga bulan 2013 ini pertumbuhan kredit BJB tertekan dan hanya tumbuh sebesar 5,3% qoq. Untuk tahun depan kredit BJB berpotensi turun namun diharapkan masih diatas rata-rata industri.

Sementara itu, dana pihak ketiga (DPK) BJB tumbuh sebesar 7,3% yoy menjadi sebesar Rp 56,56 triliun dari sebelumnya Rp 52,72 triliun, dan DPK BJB hanya tumbuh 2,7% qoq. Rasio CASA sebesar 49,3%.

Di sisi lain, BJB juga telah mendapatkan insentif pajak hingga 25% setelah OJK menyetujui bahwa pemegang saham pemerintah daerah kabupaten/kota se Jabar Banten yang kepemilikan saham kurang dari 1% dihitung menjadi saham ritel. 

 

 

 

No comments:

Post a Comment