Tuesday, December 3, 2013

Pangsa Pasar Turun, Laba Bersih Indocement Naik 7,17% Karena Harga Naik.

Jakarta, 4 Desember 2013 - PT Indocement Tunggal Prakasa, Tbk (INTP) mengalami penurunan pangsa pasar sebesar 1,7% hingga Oktober 2013. Akibatnya  kenaikan volume penjualan hanya sebesar 1% menjadi 13.104 ribu ton selama kuartal ketiga 2013. Namun,  laba bersih perseroan tumbuh 7,17% menjadi Rp 3,81 triliun karena didukung oleh kenaikan harga jual hingga 7%, pendapatan operasi dan pendapatan keuangan.

Sampai Oktober 2013, Indocement mengalami penurunan pangsa pasar sebesar 1,7% yoy menjadi 30,5% di seluruh Indonesia. Kebutuhan semen di Indonesia hingga Oktober 2013 tercatat mencapai 47,16 juta ton dan INTP memasok kebutuhan itu sebesar 14,38 juta ton.

Hal yang sama terjadi pada PT Holcim Indonesia, Tbk (SMCB) yang mengalami penurunan pangsa pasar 1,2% menjadi 14,5%. Sementara PT Semen Indonesia (Persero), Tbk (SMGR) justru mengalami kenaikan pangsa pasar 3,2% menjadi 43,8%.

Permintaan semen di Indonesia
Dalam paparan publiknya 28 November 2013 lalu, Tju Lie Sukanto, Direktur Keuangan Indocement menyatakan masih mengkaji ulang dalam menaikkan kembali harga jual untuk mendorong pendapatan. Pasalnya biaya produksi semen 40% sampai 50% menggunakan biaya mata uang dolar AS dan juga mengantisipasi kenaikan upah buruh. Pada kuartal pertama lalu, Indocement telah menaikkan harga jual sebesar 7%.  



Kinerja keuangan Indocement

Kinerja keuangan Indocement pada kuartal ketiga 2013 menunjukkan pertumbuhan pendapatan 7,90% menjadi Rp 13,25 triliun dari sebelumnya Rp 12,37 triliun karena kenaikan harga jual hingga 7% pada kuartal pertama lalu. Namun, secara volume, penjualan Indocement hanya naik 1% menjadi 13.104 ribu ton dari sebelumnya 13.022 ribu ton.

Sementara itu, laba bersih Indocement tercatat naik 7,17% menjadi Rp 3,81 triliun dibanding periode tahun lalu sebesar Rp 3,37 triliun. 


Selama kuartal ketiga 2013, beban langsung INTP naik 9% atau lebih tinggi dari kenaikan penjualan menjadi sebesar Rp 7,08 triliun dari sebelumnya Rp 6,52 triliun. Sehingga laba bruto hanya naik 7% menjadi Rp 6,27 triliun dari sebelumnya Rp 5,85 triliun. Namun, marjin laba bruto terkoreksi tipis menjadi 47,0% dari sebelumnya 47,3%.

Kenaikan beban langsung ini karena meningkatnya biaya bahan baku, beban tenaga kerja, beban fabrikasi dan beban pengepakan, sementara biaya bahan bakar dan listrik justru menurun.

Laba usaha Indocement mengalami kenaikan 7% menjadi Rp 4,43 triliun dari sebelumnya Rp 4,15 triliun. marjin usaha Indocement terkoreksi tipis menjadi US$ 33,2% dari sebelumnya 33,5%.

Meskipun beban usaha naik 9% menjadi Rp 1,92 triliun dibanding sebelumnya Rp 1,76 triliun, kenaikan laba usaha masih terjaga pada 7% seperti kenaikan beban langsung karena Indocement membukukan kenaikan pendapatan operasi lainya dari transaksi dengan pihak berelasi sebesar Rp 82,6 miliar.

Indocement juga membukukan pendapatan keuangan hingga Rp 341,4 miliar naik 36% dari periode yang sama tahun lalu sehingga masih menjaga laba bersih naik hingga 7,17%. Tercatat marjin laba bersih Indocement turun tipis menjadi 27,03% atau dari periode yang sama tahun lalu sebesar 27,21%.

Dalam neraca, tercatat kas Indocement sebesar Rp 11 triiun atau 44,79% dari total aset. Tju Lie Sukanto, Direktur Keuangan Indocement ,  kas tersebut rencananya akan digunakan untuk ekspansi pembangunan pembangunan cement mill dan pabrik Brown Field di Citereup dengan nilai sebesar Rp 5,5 – 6,5 triliun yang mampu menampung kapasitas hingga 4,4 juta ton pertahun dan pembangunan pabrik Green Field di Jawa Tengah  hingga diharapkan menampung kapasitas hingga 2-2,5 juta ton per tahun.

Pertumbuhan aset Indocement selama tahun ini sebesar 8,10% menjadi Rp 24,60 triliun dari akhir tahun lalu sebesar Rp 22,76 triliun.

Keunggulan dari Indocement dibanding yang lain karena ketersediaan kas yang cukup besar dan kekuatan modal yang besar, bahkan rasio likuiditas terhadap modal hanya 0,1 kali dan tidak mencatatkan pinjaman untuk modal, berpotensi mendorong Indocement untuk berekspansi lebih besar.


Indocement vs Industri
 





Tercatat price to earnings ratio (PER)  Indocement masih yang terendah dari semua kompetitor, dan PBV pun masih setara dengan rata-rata kompetitor, sehingga potensi Indocement untuk naik cukup besar. Bahkan PERnya yang lebih rendah dari pasar berpotensi mendorong kenaikan .

Return on equity (ROE) Indocement sebesar 21,41% pun relatif tinggi untuk industri semen walaupun masih dibawah Semen Indonesia karena leveragenya yang lebih besar sehingga mendorong ROE.

Dalam kasus Indocement, leverage belum dibutuhkan mengingat ketersediaan kas yang mencapai 40% dari aset, namun jika INTP melakukan ekspansi besar seperti mengakuisisi perusahaan baru, misalnya, pembiayaan melalui hutang dapat dilakukan untuk mendorong laverage sehingga mendorong ROE.

Sementara itu, secara industri, AFN memprakirakan industri semen masih berpotensi tumbuh selama tahun 2014 mendatang. Permintaan semen tetap tinggi  seiring dengan meningkatnya belanja infrastruktur pemerintah dan tumbuhnya sektor properti dalam jangka panjang.

Sektor konstruksi diprakirakan masih akan tumbuh mengingat belanja anggaran pemerintah untuk infrastruktur kembali mengalami kenaikan. Dalam kerangka APBN 2014, pemerintah merencanakan mengeluarkan belanja infrastruktur hingga Rp 188,7 triliun. Tentu ini akan menambah kenaikan pendapatan emiten kontruksi terutama BUMN. Sehingga hal ini akan mendorong permintaan semen di dalam negeri.

Selain itu, sektor properti properti meskipun tahun depan diprakirakan melambat dan hanya akan tumbuh sebesar 17% dibanding tahun ini pada 21%, menunjukkan permintaan properti masih tinggi. Demografi mayarakat Indonesia menurut BPS rata-rata berusia 28 tahun cenderung menciptakan sisi permintaan yang sangat tinggi pada properti khususnya rumah tempat tinggal. Dalam jangka panjang 10 tahun mendatang, sektor properti masih akan tumbuh, namun untuk tahun ini diprakirakan melambat. Diharapkan permintaan semen masih tinggi dari sektor properti karena kedua industri ini bersifat komplemen.

No comments:

Post a Comment