Wednesday, September 4, 2013

Stimulus The Fed Dipangkas, IHSG Bisa Koreksi Lagi



Jakarta, 4 September 2013 - Ketidakpastian kelanjutan stimulus the Fed membayangi bursa saham. Investor asing lebih memilih melepas saham dan memegang Dollar mengakibatkan nilai tukar dan bursa saham di negara berkembang termauk Indonesia terkoreksi. Keputusan the Fed hanya tinggal menunggu waktu, cepat atau lambat akan dikurangi hingga dihentikan sama sekali.

Quantitative easing The Fed awalnya adalah untuk memulihkan pasar perumahan di Amerika Serikat paska krisis subprime mortgage.  Data bulan Juli 2013 menunjukkan harga rumah di Amerika Serikat naik 6,5% dari rata-rata penjualan bulan Juni. Namun, penjualan rumah justru turun pada 13,6% menjadi 394 ribu unit secara tahunan atau merupakan level terendah sejak 9 bulan berturut-turut. Data ekonomi tersebut menunjukkan ekonomi AS belum sepenuhnya pulih.  Dari sisi ini, the Fed seharusnya belum mempertimbangkan untuk menghentikan program stimulusya.

Namun, stimulus tersebut akan terus membebani  neraca dan menekan kredit the Fed yang harus mencetak uang baru untuk membiayai program tersebut.  Quantitative easing ketiga saja biayanya mencapai US$ 85 miliar setiap bulannya untuk membeli mortgage backed securities (MBS) yang diharapkan mengalirkan kas ke institusi finansial di Amerika Serikat yang membantu penjualan perumahan.

Akhirnya setelah QE yang ketiga ini muncullah pertanyaan, seberapa besar efektivitas stimulus ini terhadap pencapaian tujuan awal yaitu pemulihan pasar residensial dengan beban yang harus ditanggung pemerintah?

Dalam pernyataannya pada rapat komite bulan Mei lalu, Ben Bernanke, Gubernur the Fed menyatakan akan tetap melanjutkan program stimulus hingga ekonomi Amerika Serikat pulih dengan parameter pengangguran turun mencapai 6,5% dan target inflasi untuk memacu pertumbuhan ekonomi sebesar 2,5%. Saat ini pengangguran Amerika Serikat sebesar 7,4% dengan inflasi 2% pada bulan Juli.

Namun, oleh beberapa anggota the Fed program tersebut dinilai tidak efektif dan salah sasaran. Saat ini di The Fed sendiri muncul dua kubu yang pro dan kontra terhadap kelanjutan program stimulus. 

Hal utama yang menjadi perdebatan adalah bahwa stimulus itu mengalir ke aset yang bukan miliknya Amerika Serikat. Ekspektasi the Fed awalnya agar institusi finansial AS menempatkan dana di AS untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan menekan pengangguran di AS. Dana tersebut akan mendorong ekspansi ekonomi Amerika Serikat yang berbasis pada pertanian dan manufaktur. Targetnya, pengangguran menurun dan pendapatan perkapita naik sehingga pengeluaran individu meningkat dan mendorong perekonomian Amerika Serikat.

Namun, negara berkembang menawarkan yield yang lebih tinggi dari pada di AS  membuat institusi finansial AS tertarik untuk berinvestasi di negara-negara berkembang seperti Brasil, Rusia, India, Indonesia, China, Afrika Selatan. Akibatnya dana segar dari program stimulus the Fed mengalir ke negara berkembang sejak awal program QE3 yang diumumkan pertengahan tahun lalu.

Indeks harga saham Negara reli akibat aksi beli investor dan institusi finansial yang mendapat pendanaan dari stimulus the Fed. Bursa Indonesia  telah naik hingga mencapai 5.200 poin di awal tahun ini akibat aksi beli investor asing dari akhir tahun hingga kuartal pertama tahun ini. Portofolio IHSG pun bertambah hingga 50-50 kepemilikan asing dan domestik dari tahun 2010 pasca krisis finansial lalu investor asing hanya sebesar 30%.

November ini Presiden Obama dijadwalkan memilih penganti Ben Bernanke yang telah menjabat selama 10 tahun. Larry Summer dan Janet Yellen disebut sebagai calon terkuat. Summer pernah menyebut tidak setuju dengan kebijakan the Fed saat ini pada bulan Maret lalu. Sementara Janet Yellen yang dikenal lebih pro pasar namun pada pada periode yang sama pernah menyatakan akan memangkas stimulus the Fed dan mencari pendanaan lain untuk memulihkan ekonomi Amerika Serikat.  Bila pergantian terjadi, maka kita sudah akan mengetahui dengan pasti apa yang akan terjadi dengan stimulus itu. Pertanyaannya adalah kapan?

Survei yang dilakukan institusi finansial di Amerika menunjukkan harapan mereka besar pada Janet Yellen. Obat yang dipaksa ditelah oleh Summer, walaupun membuat para pelaku pasar finansial ini untung, telah menorehkan luka yang tidak mudah sembuh. Dengan Yellen, ada kemungkinan stimulus akan dikurangi dengan tingkat yang lebih lambat, memberikan waktu yang panjang bagi pelaku pasar untuk mengubah portofolio mereka tanpa guncangan berarti.

Bank-bank besar yang berkontribusi di dalam survey yang dilakukan oleh US Economic Radar sebagian besar berpendapat bahwa pemangkasan stimulus akan dilakukan antara September 2013 dan Desember 2013. Hanya Bank Mizuho yang berpendapat setelah 2014. Namun, sebelumnya the Fed telah melakukan melakukan quantitave easing yang masing-masing dalam periode satu tahun,QE 1 dilakukan periode Maret 2009 hingga Maret 2010, QE 2 dilakukan pada November 2010 hingga November 2011, sementara QE 3 dilakukan sejak September 2012.


US Economic Radar http://www.floatingpath.com


Dampaknya di Indonesia: Bursa Saham Indonesia Makin Terkoreksi, Rupiah Makin Melemah

Rencana the Fed memangkas program stimulusnya telah membuat ketidakpastian di pasar saham dan nilai tukar. Investor mengamankan protofolionya dengan beralih pada Dollar AS atau emas.  Aksi jual oleh investor asing secara masif terjadi sejak Mei lalu dan mengakibatkan arus modal asing keluar semakin besar. Capital outflow di Indonesia sendiri tercatat sebesar US$ 4,1 miliar hingga bulan Juli lalu. Tercermin pada Indeks Harga Saham Gabungan yang terkoreksi signifikan dari Mei hingga Agustus sekarang yang mencapai 30%. Bursa Saham Indonesia bergerak antara level 3.800 hingga 4.100 pada akhir Agustus, atau level yang sama tahun lalu sebelum the Fed melakukan program stimulusnya.

Akibat pemangkasan stimulus the Fed, nilai tukar juga menurun signifikan akibat naiknya permintaan terhadap Dollar AS. Penurunan nilai tukar ini juga dipengaruhi faktor lain seperti defisit neraca berjalan dan pembengkakan subsidi anggaran pemerintah. Rupiah telah menembus level Rp. 11.000 poin atau turun 13% dan asumsi awal pada tahun 2013 yang diprakirakan bergerak dalam rentang 9.700 hingga 9.800 poin.

Jadi kombinasi faktor eksternal dan internal ini membuat AFN berpendapat bahwa IHSG masih menyisakan ruang untuk koreksi, walaupun sudah turun sedemikian dalam.

No comments:

Post a Comment